Breaking News

Ahli Juajir Sumardi Nilai Wali Kota Danny Pomanto Tak Berhak Terima Asuransi PDAM Makassar

 



Makassar, Radar Jakarta News.com.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi ahli dari Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Juajir Sumardi di sidang dugaan kasus korupsi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar yang merugikan negara Rp 20 miliar.

Doktor Ilmu Hukum Unhas yang juga merupakan Direktur Utama (Dirut)PT Emmajua Global Perkasa tersebut menilai, Wali Kota Moh. Ramdhan Danny Pomanto tidak berhak menerima asuransi dwiguna jabatan dari PDAM Makassar.

Sidang lanjutan ini berlangsung di Ruang Harifin Tumpa, Pengadilan Negeri (PN) Makassar, pada Senin (20/6/2023).

Jaksa awalnya bertanya soal perbedaan Perusahaan Umum Daerah (Perusda) dan Perusahaan Perseorangan (Perseroda) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

"Jadi PP 54 di tahun 2017 itu terkait dengan BUMD ada dua yakni Perumda dan Perseroda. Terkait dengan Perumda dan Perseroda berdasarkan PP 54 2017 dapat saudara jelaskan apa perbedaan antara Perumda dan Perseroda?" tanya jaksa.

Ahli kemudian menjelaskan dua jenis BUMD tersebut yang diatur dalam PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD.

"Kalau organ Perumda itu terdiri dari KPM (Kuasa Pemilik Modal) dalam hal ini kepala daerah, kemudian ada dewan pengawas dan direksi. Sedangkan untuk Perseroda organnya adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Komisaris dan direksi," jelas ahli.

Jaksa kemudian menyinggung Perda Nomor 6 Tahun 1974 yang digunakan sebagai dasar pembagian laba tahun berjalan PDAM Makassar. Jaksa bertanya apakah Perda Nomor 6 itu sudah tidak bisa digunakan.

"Terkait dengan Perda Nomor 6 Tahun 1974 dan PP 54 ini digunakan pada tanggal 27 Desember 2017. Apakah dengan menggunakan PP 54 Tahun 2017 serta merta yang melibatkan perda sebelumnya tidak berlaku lagi?" tanya jaksa.

Ahli pun tidak membenarkan hal tersebut. Di dalam PP 54 tahun 2017 itu di pasal 140 itu jelas mengatakan bahwa ketentuan yang mengatur Perusahaan Perseorangan Daerah. Perusahaan Umum Daerah masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan apa yang berlaku di dalam PP 54 tahun 2017," jelasnya.

"Oleh karena itu, maka peraturan daerah (perda) tahun 1974 itu masih berlaku, kecuali untuk pasal - pasal tertentu yang substansinya tidak sesuai dan bertentangan dengan apa yang diatur dalam PP 54," kata Juajir.

Namun ahli menjelaskan lebih lanjut apabila terjadi perbedaan aturan di dalam Perda 6 Tahun1974 dengan PP Nomor 54 Tahun 2017, maka pemerintah harus berpegang pada PP Nomor 54 Tahun 2017.

"Jadi kalau terjadi perbedaan antara apa yang diatur dalam Perda 6 dengan PP 54 tahun 2017 maka dalam perda yang berlaku adalah apa yang diatur dalam PP Nomor 54 tahun 2017," jelasnya.

Jaksa lalu menanyakan hak Wali Kota Makassar selaku Kuasa Pemilik Modal (KPM) apakah dapat menerima asuransi jika merujuk pada aturan yang digunakan, yakni PP Nomor 54 Tahun 2017.

"Dengan ada perbedaan seperti itu, apakah KPM dapat menerima semacam asuransi atau insentif?" tanya jaksa.

Juajir menjelaskan bahwa Wali Kota Makassar sebagai KPM tidak berhak menerima asuransi. Pasalnya, Wali Kota Makassar tidak termasuk dalam organ PDAM Makassar.

"Kalau kita merujuk pada PP Tahun 2017 kepala daerah posisinya sebagai KPM. Sedangkan yang diatur dalam PP ini yang berhak mendapatkan itu hanya dewan pengawas, direksi dan karyawan. Sedangkan kepala daerah dalam kapasitas BKPM itu tidak berhak mendapatkan, dia bukan karyawan bukan dewan pengawas," jawab Juajir, jebolan SMA Negeri 3 (Smaga) Makassar kelahiran 28 Oktober 1973.

Demikian RJ News.com mewartakan dikutip detikSulsel.


Reporter: Andi Razak BW/redaksi.

Tidak ada komentar