Breaking News

Awas! Indonesia Terancam Krisis Sosial dan Politik, Akibat Inflasi Global, Bisa Kolaps Seperti Sri Langka

 




Jakarta, Radar Jakarta.net

Sanksi ekonomi yang diberikan oleh Barat kepada Rusia telah menyebabkan inflasi global semakin berat dengan tambahan sanksi. Bahkan, negara - negara G7 kepada ekonomi Rusia.

Ketua Bidang Kebijakan Publik DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Achmad Nur Hidayat mengatakan, bahwa konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina ini membawa inflasi yang cukup terasa di Indonesia.

Hal ini menyebabkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) naik secara signifikan mulai dari Pertamax dan Pertalite menyusul kemudian, yang akan menimbulkan berantai kenaikan harga berbagai komoditas.

"Inflasi ini menjadi tantangan bagi ekonomi Indonesia ke depan. Dan, inflasi ini meningkatkan resiko terjadinya kontraksi ekonomi," kata Achmad Nur Hidayat dalam keterangannya, Jumat (13/5/2022).

Menurut dia, embargo minyak dan stop impor gas Rusia, sebenarnya tidak hanya merupakan negara - negara Barat sendiri, tetapi juga merugikan dunia.

Ini terjadi karena, harga minyak dan gas di Uni Eropa antara 25 - 35 persen dari Rusia. Sehingga saat minyak dan gas Rusia hilang, menyebabkan harga minyak dan gas dunia naik.

"Hal ini menyebabkan negara - negara di seluruh dunia terutama negara - negara net importir minyak mengalami kenaikan harga yang signifikan," katanya.

Akibat kenaikan harga minyak dunia, kata MatNur, sapaan akrab Achmad Nur Hidayat, maka harapan pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 5,3% itu akan sulit tercapai.

"Kemungkinan besar dengan kondisi seperti ini, Indonesia berpeluang mengalami pertumbuhan ekonomi hanya di kisaran 4,5% dengan asumsi harga minyak di atas 100 dolar," ujarnya.

Apabila sanksi ekonomi terhadap Rusia bakal lebih ketat lagi hingga harga minyak mentah mencapai 200 dolar per barel, maka dipastikan banyak negara - negara yang kolaps.

"Di angka ini, APBN kita sudah tidak bisa membendungnya dengan subsidi," kata Ketua Bidang Kebijakan Publik Partai Gelora ini.

"Jika negara tidak siap menghadapi dampak inflasi ini, maka dikhawatirkan akan terjadi social unrest seperti yang terjadi di Sri Langka," imbuhnya.

Yang bisa dilakukan oleh pemerintah Indonesia, menurut Pengamat Kebijakan Narasi Institute ini, adalah melakukan Smart Priority APBN. Yakni, mengalokasikan APBN untuk linfrastruktur, termasuk IKN itu bukan prioritas.

Smart Priority yang dimaksud adalah bagaimana negara menyiapkan dana untuk perlindungan sosial secara memadai.

Dimana negara menghitung berapa jumlah orang miskin yang akan meningkat dari inflasi ini. Peningkatan jumlah orang miskin juga harus di atasi dengan perlindungan sosial.

Karena itu, ketika dana yang seharusnya untuk masyarakat malah disalurkan untuk infrastruktur, maka di sinilah letak kesalahannya karena angka kemiskinan akan semakin meningkat.

"Dari hal tersebut tentunya Pemerintah harus siap dengan tantangan ekonomi ke depan. Jika tidak, maka Indonesia terancam krisis sosial yang berlanjut kepada krisis politik atau kepemimpinan," kata MatNur mengingatkan.

Dikatakan MatNur, situasi negeri ini selayaknya politisi daerah, terutama mereka yang diamanahi konstitusi memangku jabatan saat ini seharusnya MELEK situasi.

"Ada kesadaran GEO politik global yang berubah dan berpengaruh ke Indonesia, termasuk pastinya berimbas ke daerah. 

Semoga prioritas kebijakan pemerintah transisi Sulawesi Barat (Sulbar) memasukkan points ini dalam RPJMD minus yang segera disusun bersama DPRD untuk mengawali pemerintahan transisi.

Demikian RJ.NET mewartakan seperti dikirim  Ketua DPW Partai Gelora Sulbar, Hajrul Malik via WhatsApp.

Salama'Ki Tapada Salama!!!


Reporter: Andi Abdul Razak B.Wahiduddin.

Editor: Ra Ja.net/redaksi.

Tidak ada komentar