Breaking News

Politik Ganti Nama Ala Anies Baswedan : Irrasionalitas & Absurditas Par Excellence..!!!

 



JAKARTA, RADARJAKARTA.NET— 

Oleh : Andre Vincent Wenas


Rumah susun jadi rumah lapis. Normalisasi sungai jadi naturalisasi sungai. Gorong-gorong pengendali banjir di ubah jadi sumur resapan, yang ternyata hanya mampu menyerap anggaran ketimbang menyerap air. 


Korupsi yang keburu ketahuan di sebut kelebihan bayar. Lokasi yang kebanjiran cuma di bilang sebagai tempat parkir air.


Ada lagi polusi udara Jakarta tak bisa di atur lantaran udara tak punya KTP. Sampai merepotkan semua dengan ganti-ganti nama jalan yang sama sekali tak jadi solusi kemacetan di Jakarta. Dan yang paling mutakhir adalah rumah sakit (yang mungkin sudah sembuh?), maka di ubah jadi rumah sehat.


Absurd! Ya, ini contoh irrasionalitas dan absurditas yang sempurna dalam kebijakan publik. Politik ganti nama..!! 


Sekedar bikin heboh. Wacana publik di polusi untuk ngomongin soal konyol ini terus menerus, sementara realitas persoalan yang di alami warga sehari-hari tak kunjung dapat solusi yang riil. 


Ruang publik di kotori dengan kebohongan yang satu di teruskan dengan kapalsuan yang lainnya lagi. Ruang publik simbolik itu jadi kumuh. Kalau semakin kumuh dan keruh maka semakin mudah untuk mengail ikannya bukan? Mengail di air yang keruh. Begitu pepatah tua yang bijak berpesan. 


If you can not convince them, then confuse them! Kalo gak bisa meyakinkan mereka, bikin saja mereka bingung! Caranya..?? Lontarkan terus kata-kata. Ya cuma kata-kata, yang paradoksal, bikin bingung, yang konyol, yang penting kontroversial. Begitu terjadi kontroversi Anda mengail popularitas. 


Iya sekedar popular, yang murahan juga tidak apa-apa, yang penting diomongin terus. Tak peduli asosiasinya positif atau negatif. Hajar terus. Semprot terus. Ini jurus ‘firehose of falsehood’.


Semburan dusta (firehose of falsehood) kita kenal sebagai suatu teknik propaganda. Siarkan berulang-ulang, non-stop lewat berbagai cara (konpers, bikin kebijakan atau pesan konyol). Tak jadi soal masuk akal atau tidak. 


Anies sedang berselancar di atas irrasionalitas sosial (cara pikir mitis) yang de-facto masih cukup luas meregam paradigma sosial di Indonesia. Penjara dogma dijadikan arena bermain para politisi untuk menyetir perilaku publik. 


Bukankah cara itu yang dulu sukses menghantar Anies-Sandi ke Balai Kota? Irrasionalitas dan absurditas. Jadikan surga-neraka, ayat-mayat sebagai komoditas sekaligus alat kekerasan simbolik yang bisa mencocok hidung publik ke kotak pencoblosan. Tak usah berpikir tapi percaya saja. Agama de-facto dijadikan semacam candu yang meninabobokan akal sehat. 


Sekarang di penghujung tampuk kekuasaan yang bakal berakhir Oktober 2022, semburan dusta lewat simbolisasi kepalsuan (ganti-ganti nama) yang memang bikin bingung dan jadi kontroversi bakal semakin kencang. Waktu publik di ruang publik habis untuk ngomongin absurditas semacam ini. 


Sia-sia sebetulnya. Tapi siapa yang peduli (who cares), bukankah yang penting dapat ‘promosi gratis’, jadi ‘top of mind’, walau asosiasi merek (brand-associationnya) negatif. 


Bukankah nanti di penghujung waktu tinggal di-spin sedemikian rupa sehingga alam pikir publik yang masih ada di dalam arena penjara dogma bisa diputar-balik? Maka citra buruk itu bisa serta merta di operasi plastik jadi: dia “pemimpin yang amanah”.


Jangan heran, politik ganti nama ala Anies Baswedan ini memang bentuk irrasionalitas serta absurditas par excellence (kegilaan sempurna). Kegilaan semacam ini hanya oportunisme yang memang memanfaatkan banyaknya jumlah orang yang masih terpenjara dalam dogma, alam mitis. 


Sementara rasionalitas, akal sehat dan daya kritis masih disimpan di laci.


05/08/2022

Andre Vincent Wenas, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta.



(Rilis/ES)

Tidak ada komentar